Pages

Jumat, 09 Desember 2016

Sebuah Perbedaan

Apa itu perbedaan? Menurut gue pribadi perbedaan adalah sesuatu yang unik yang pernah ada di dunia. Agama, ras, Bahasa, suku bangsa dan masih banyak lagi perbedaan yang ada di antara kita. Lantas apa kita patut mempersalahkannya?
Dulu waktu SD gue sekolah di desa, namanya desa Kintamani yang terletak di Bali. Sebuah desa kecil dengan hawa yang sangat dingin. Gue  punya guru yang beragama Budha. Lah kok bisa nyasar ke desa? Mungkin guru gue disuruh sama biksu thong. Sayangnya mukanya oriental gak china (persepsi gue saat itu, budha pasti china dan botak pake baju orange). Tapi dia guru pertama yang ngajarin gue Bahasa inggris di kelas 4 SD.  Pak Sis, sapaan guru gue saat itu. Dia tinggal di lingkungan sekolah dengan menempati bekas gudang. Kadang gue sering main ke dalam rumah (sementara) nya. Disitu banyak foto budha dan sebuah buku yang menggambarkan sesosok Budha. Gue bolak balik halamannya satu per satu.

“Pak… pak ini kok kepalanya gede banget ya kek bakpao?”. Tanya gue

“Iya pak gede banget, badannya juga kek boboho. Itu kepalanya kok bulet-bulet gitu pak?” Sahut temen gue

Pak sis hanya tertawa mendegar celotehan kami. “Pak disini kan gak ada vihara, bapak sembahyangnya dimana?” tanya gue. “Bapak sembahyangnya di klungkung (sebuah kota di daerah Bali)”, disana ada vihara Zaqi.

Setelah beberapa tahun gue inget kejadian itu, gue mulai sadar untuk beribadah saja orang lain harus menempuh jarak yang sangat jauh untuk menghadap tuhan. Beda banget sama sekarang dimana kita dengan mudahnya melihat tempat ibadah agama lain di bakar, di rusak bahkan diusir dari tempat ibadah mereka sendiri. Ironis memang.

*back to SD-SMA

Jaman gue SD dulu, sering banget gue diledekin temen hanya karena gue muslim. Gue dulu bahkan enggak tau kenapa mereka ngatain gue dengan kata-kata yang kasar, seperti “dasar islam” dengan nada yang kurang enak. Sama halnya SMP. Gue juga sering dikatain “dasar islam” sambil tertawa seakan itu adalah hal yang patut di tertawakan. Beranjak SMA gue pindah ke kota untuk melanjutkan pendidikan yang lebih baik. Karena nem gue saat itu kecil, akhirnya gue daftar di sekolah swasta namanya “SMA Kristen Harapan Denpasar”. Piker gue saat itu “Mampus, sekolah china. Mampus bakal di ejek lagi”. Tapi kenyataannya berbalik. Gue belajar apa itu Toleransi disana. Gue bahkan punya sahabat orang china namanya Raefy. Dia orangnya sangat taat terhadap keyakinannya sebagai seorang kristiani, punya sifat pemberani dan bintang basket saat itu. Ada juga temen gue namanya Yudi yang beragama budha. Sama seperti pak Sis. Dia oriental gak china. Bahkan lebih kronis karena dia item kek orang india. Yang jelas gue bersyukur banget bisa sekolah disini. Walaupun gue minoritas tetapi mereka bisa menghargai gue, begitupun sebaliknya.

Sebenarnya menghargai perbedaan itu gampang. Cukup kita berbuat baik gak usah aneh-aneh. Milih buat mencela agama tertentu lah dsb. Ketika yang kita yakini benar apa yang diajarkan agama kita maka lakukanlah. Mungkin kisah gue belum ada apa-apanya dibanding kisah orang lain yang mengalami sebuah tindakan yang tidak mengenakan. Seperti yang dikatakan Gus Dur, gue percaya ketika kita berbuat benar dan baik terhadap orang lain, maka orang lain gak akan melihat kita beragama apa, berasal dari mana dll. Hanya sesimple “Kita baik dimata orang lain”


Tidak ada komentar:

Posting Komentar