Apa itu perbedaan? Menurut gue pribadi perbedaan adalah
sesuatu yang unik yang pernah ada di dunia. Agama, ras, Bahasa, suku bangsa dan
masih banyak lagi perbedaan yang ada di antara kita. Lantas apa kita patut
mempersalahkannya?
Dulu waktu SD gue sekolah di desa, namanya desa Kintamani
yang terletak di Bali. Sebuah desa kecil dengan hawa yang sangat dingin. Gue punya guru yang beragama Budha. Lah kok bisa
nyasar ke desa? Mungkin guru gue disuruh sama biksu thong. Sayangnya mukanya
oriental gak china (persepsi gue saat itu, budha pasti china dan botak pake
baju orange). Tapi dia guru pertama yang ngajarin gue Bahasa inggris di kelas 4
SD. Pak Sis, sapaan guru gue saat itu.
Dia tinggal di lingkungan sekolah dengan menempati bekas gudang. Kadang gue
sering main ke dalam rumah (sementara) nya. Disitu banyak foto budha dan sebuah
buku yang menggambarkan sesosok Budha. Gue bolak balik halamannya satu per
satu.
“Pak… pak ini kok kepalanya gede banget ya kek bakpao?”. Tanya
gue
“Iya pak gede banget, badannya juga kek boboho. Itu
kepalanya kok bulet-bulet gitu pak?” Sahut temen gue
Pak sis hanya tertawa mendegar celotehan kami. “Pak disini
kan gak ada vihara, bapak sembahyangnya dimana?” tanya gue. “Bapak
sembahyangnya di klungkung (sebuah kota di daerah Bali)”, disana ada vihara
Zaqi.
Setelah beberapa tahun gue inget kejadian itu, gue mulai
sadar untuk beribadah saja orang lain harus menempuh jarak yang sangat jauh untuk
menghadap tuhan. Beda banget sama sekarang dimana kita dengan mudahnya melihat
tempat ibadah agama lain di bakar, di rusak bahkan diusir dari tempat ibadah
mereka sendiri. Ironis memang.
*back to SD-SMA
Jaman gue SD dulu, sering banget gue diledekin temen hanya
karena gue muslim. Gue dulu bahkan enggak tau kenapa mereka ngatain gue dengan
kata-kata yang kasar, seperti “dasar islam” dengan nada yang kurang enak. Sama halnya
SMP. Gue juga sering dikatain “dasar islam” sambil tertawa seakan itu adalah
hal yang patut di tertawakan. Beranjak SMA gue pindah ke kota untuk melanjutkan
pendidikan yang lebih baik. Karena nem gue saat itu kecil, akhirnya gue daftar
di sekolah swasta namanya “SMA Kristen Harapan Denpasar”. Piker gue saat itu “Mampus,
sekolah china. Mampus bakal di ejek lagi”. Tapi kenyataannya berbalik. Gue
belajar apa itu Toleransi disana. Gue bahkan punya sahabat orang china namanya
Raefy. Dia orangnya sangat taat terhadap keyakinannya sebagai seorang
kristiani, punya sifat pemberani dan bintang basket saat itu. Ada juga temen
gue namanya Yudi yang beragama budha. Sama seperti pak Sis. Dia oriental gak
china. Bahkan lebih kronis karena dia item kek orang india. Yang jelas gue
bersyukur banget bisa sekolah disini. Walaupun gue minoritas tetapi mereka bisa
menghargai gue, begitupun sebaliknya.
Sebenarnya menghargai perbedaan itu gampang. Cukup kita
berbuat baik gak usah aneh-aneh. Milih buat mencela agama tertentu lah dsb.
Ketika yang kita yakini benar apa yang diajarkan agama kita maka lakukanlah. Mungkin
kisah gue belum ada apa-apanya dibanding kisah orang lain yang mengalami
sebuah tindakan yang tidak mengenakan. Seperti yang dikatakan Gus Dur, gue
percaya ketika kita berbuat benar dan baik terhadap orang lain, maka orang lain
gak akan melihat kita beragama apa, berasal dari mana dll. Hanya sesimple “Kita
baik dimata orang lain”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar